Penyimpangan Budaya
Penyimpangan
kebudayaan adalah suatu bentuk ketidakmampuan seseorang menyerap budaya yang
berlaku sehingga bertentangan dengan budaya yang ada di masyarakat. Contoh :
merayakan hari-hari besar negara lain di lingkungan tempat tinggal sekitar
sendirian, syarat mas kawin yang tinggi, membuat batas atau hijab antara
laki-laki dengan wanita pada acara resepsi pernikahan.
Di
Indonesia sendiri telah banyak terjadi counter culture. Meskipun tersembunyi,
budaya tersebut terus mempunyai eksistensi dan pendukung yang cukup banyak.
Dalam kaitannya terhadap pariwisata dapat dilihat dari kebiasaan orang
Indonesia yang pada awalnya terbiasa dengan mengkonsumsi nasi sebagai makanan sehari-hari
kemudian beralih kepada makanan fastfood atau kebiasaan orang Indonesia yang
terbiasa dengan berkumpul dengan tetangga atau sanak keluarga dilingkungan
sekitar tempat tinggal dan kemudian berpindah untuk berkumpul di cafe-cafe atau
sejenisnya. Yang lambat laun akan menjadikan pribadi yang individualisme. Pada
contoh lain misalnya klub motor yang khas sekali budaya luar yang bukan asli
Indonesia telah di “kontaminasikan” kepada kebiasaan budaya Indonesia atau
contoh lain juga terdapatnya komunitas punk, skinhead, mods, hippie, reggae
ataupun budaya lainnya yang tanpa disadari merupakan budaya penanding (counter
culture) terhadap budaya setempat. Bukannya hanya pada idealisasi musik atau
pada tatanan masyarakat, counter culture juga terjadi pada tatanan seni (art)
di Indonesia. Faham counter culure biasanya di latar belakangi sebagai
pengekspresian rasa ketidakpuasan terhadap apa yang terjadi maupun apa yang
sudah sangat biasa dirasakannya (budaya dominan).
Tetapi
pada dasarnya di Indonesia hal itu hanya sebagai akulturasi budaya dan bukan
atau mungkin belum sebagai asimilasi budaya terhadap budaya asli. Mungkin pada
suatu saat hal tersebut akan menjadi sebuah budaya baru yang akan mengisi
berbagai kebudayaan di Indonesia yang lambat laun akan semakin hilang
keasliannya. (who knows?)
Meet the concepts
Meet the concepts
Ø Multikultural
1. Masyarakat Indonesia yang
multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan
mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara
kebudayaan (Fay 1996, Jary dan Jary 1991, Watson 2000).
2. Pengertian kebudayaan diantara
para ahli harus dipersamakan atau setidak-tidaknya tidak dipertentangkan antara
satu konsep yang dipunyai oleh seorang ahli dengan konsep yang dipunyai oleh
ahli atau ahli-ahli lainnya. Karena multikulturalsime itu adalah sebuah
ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan
kemanusiannya, maka konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya
bagi kehidupan manusia. Saya melihat kebudayaan dalam perspektif tersebut dan
karena itu melihat kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan manusia.
3. Sebuah ide atau ideologi
multikulturalisme terserap dalam berbagai interaksi yang ada dalam berbagai
struktur kegiatan kehidupan manusia yang tercakup dalam kehidupan sosial,
kehidupan ekonomi dan bisnis, dan kehidupan politik, dan berbagai kegiatan
lainnya di dalam masyarakat yang bersangkutan.
4. Hubungan antar-manusia dalam
berbagai manajemen pengelolaan sumber-sumber daya akan merupakan sumbangan yang
penting dalam upaya mengembangkan dan memantapkan multikulturalisme dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi Indonesia.
Ø
Counter
Culture (Kontra Budaya)
1. Counter culture atau kontra
budaya atau biasa disebut budaya tandingan adalah sebuah budaya yang
bertentangan terhadap budaya asli setempat atau budaya dominan. Artinya sebuah
budaya ini datang dari luar kebudayaan setempat. Menurut antropolog sosial
Andre Jentri “Sejumlah hal disahkan dalam komunitas counter cultural, ia
tinggal didalamnya dan mempelajari: kebebasan untuk mengeksplorasi potensi
seseorang, kebebasan untuk menciptakan satu’self, kebebasan untuk ekspresi
pribadi, kebebasan dari penjadwalan, kebebasan dari peran yang didefinisikan
kaku dan hierarchies status.
2. Menurut John Milton dalam
bukunya Counter Culture (1982) mendefinisikan counter culture sebagai
“seperangkat sikap dan pola perilaku dari sebuah kelompok yang secara tajam
bertentangan dengan pola sikap dan perilaku dominan dalam masyarakat dimana
kelompok itu menjadi bagiannya” Dan juga bertolak belakang terhadap kehidupan
formal lainnya.
3. Punk juga merupakan sebuah
gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan “we can do it
ourselves” yang artinya kerjakanlah oleh dirimu sendiri, yang dimaksudkan punk
bersifat mandiri dan tidak dapat tergantung oleh orang lain.
Ø
Budaya
Punk
Punk
merupakan sub-budaya yang lahir di London sekitar tahun 1970’an. Punk buaknnya
hanya berarti gaya hidup atau fashion semata, tetapi sebuah ideologi hidup yang
mencakup aspek sosial dan politik. Kemudian pada tahun 1980’an Gerakan anak
muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja atau buruh pabrik ini dengan
segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu
oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran
dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan
caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun
terkadang kasar, Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang
berlandaskan dari keyakinan “we can do it ourselves” yang artinya kerjakanlah
oleh dirimu sendiri, yang dimaksudkan punk bersifat mandiri dan tidak dapat
tergantung oleh orang lain. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat
dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik,
lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama. Mudahnya,
Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang
mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk, atau dipotong ala
feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai
dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh.
Di
Bandung sendiri Masuknya Punk ke Bandung tidak lepas dari pemberitaan media
mainstream. Punk dikenal pertama kali sebagai bentuk musikal dan fashion
statement. Kultur Punk telah hadir tanpa substansi sejak awal. Punk tidak hadir
sebagai respon keterasingan dalam masyarakat modern, melainkan dari sebuah
kerinduan akan sebuah bentuk representasi baru saat tak ada hal lama yang dapat
merepresentasikan diri remaja lagi. Maka tidak heran, apabila hal-hal yang
substansial baru muncul bertahun tahun setelah Punk dikenal secara musikal dan
fashion statement. Ini adalah sebuah keterlanjuran. Di Bandung, secara musikal
Punk telah dikenal sejak tahun 70an akhir dimana hal ini dibahas dalam remaja.
Baru di penghujung tahun 80an bermunculan kelompok-kelompok Punk dari kelas
menengah karena pada saat itu hanya yang memiliki finansial tinggilah yang
dapat mengakses produk dan informasi kultur ini. Meskipun akhirnya substansi
Punk hadir di Indonesia pada pertengahan tahun 90an melalui akses internet, tak
berbeda dengan yang terjadi di negara lain, di Indonesia Punk dianggap sebagai
segerombolan remaja biang onar atau sekedar aliran musik keras. Padahal pada
pertengahan tahun 90an, komunitas Punk di Indonesia merupakan komunitas Punk
dengan jumlah populasi terbesar di dunia. Penganut kultur punk di Indonesia
mulai mengadopsi substansi Punk yang termasuk di dalamnya ideologi, etika DIY
(Do It Yourself), pandangan politis, dan lain sebagainya. Salah satunya adalah
gaya hidup positif Straigh Edge yang menolak konsumsi alkohol, rokok,
obat-obatan terlarang, dan perilaku seks bebas.
Ø
Sisi
positif komunitas punk
Punk
Sebagai Counter Budaya Hedonis di Bandung.
Hedonisme, sebuah budaya baru yang mulai menjadi tren di masyarakat bandung kini. Budaya di mana uang merupakan segala-galanya, kesenangan dan hiburan yang dicari berlandaskan materi. Gaya hidup modern yang murni meniru perilaku barat. Budaya ini sangat tren sekali, masyarakat sudah berubah menjadi masyarakat yang berorientasi hanya kepada materi semata. Terbukti dengan munculnya bermacam-macam FO (Factory Outlet) di bandung, munculnya tempat-tempat hiburan malam, tempat karoke dan lain-lain. Masyarakat hedonis, cenderung konsumtif. Mereka ingin membeli apa saja yang baru dan menjadi tren. Yang dijadikan pedoman tren mereka adalah apa yang saya namakan kepopuleran seseorang (selebritis). Mereka meniru, memuja, dan ingin mirip dengan orang yang mereka puja, mereka akan melakukan apa saja untuk dapat menjadi seperti itu. Sehingga mereka mulai kehilangan jati diri masing-masing, mereka terlalu mengidolakan dan ingin menjadi seperti mereka.
Hedonisme, sebuah budaya baru yang mulai menjadi tren di masyarakat bandung kini. Budaya di mana uang merupakan segala-galanya, kesenangan dan hiburan yang dicari berlandaskan materi. Gaya hidup modern yang murni meniru perilaku barat. Budaya ini sangat tren sekali, masyarakat sudah berubah menjadi masyarakat yang berorientasi hanya kepada materi semata. Terbukti dengan munculnya bermacam-macam FO (Factory Outlet) di bandung, munculnya tempat-tempat hiburan malam, tempat karoke dan lain-lain. Masyarakat hedonis, cenderung konsumtif. Mereka ingin membeli apa saja yang baru dan menjadi tren. Yang dijadikan pedoman tren mereka adalah apa yang saya namakan kepopuleran seseorang (selebritis). Mereka meniru, memuja, dan ingin mirip dengan orang yang mereka puja, mereka akan melakukan apa saja untuk dapat menjadi seperti itu. Sehingga mereka mulai kehilangan jati diri masing-masing, mereka terlalu mengidolakan dan ingin menjadi seperti mereka.
Budaya
punk, sebagaimana yang kita tahu diatas, merupakan budaya yang memberontak
terhadap hal-hal seperti ini. Mereka tidak setuju terhadap hedonisme yang hanya
berorientasi pada materi yang tidak mempedulikan aspek-aspek sosial masyarakat.
Maka mereka mulai membuat komunitas-komunitas punk, yang terkenal seperti
komunitas punk di jalan dewi sartika. Mereka mulai melawan dengan menggunakan
musik-musik underground yang keras dengan lirik yang berupa umpatan-umpatan
terhadap penyimpangan yang terjadi di kota bandung.
Pelan-pelan tapi pasti, budaya punk mulai diakui dan dipahami oleh golongan remaja di bandung karena gaya hidup punk merupakan gaya hidup tandingan hedonisme. Ketertarikan remaja bandung pada budaya punk ini akhirnya memunculkan apa yang dinamakan eksploitasi punk. Walaupun sejarah asal muasal berdirinya punk adalah munculnya ketidakpuasan terhadap budaya modern yang egois. Mau tidak mau punk juga harus mengikuti mereka, akhirnya muncul juga Indie-indie recorder yang khusus memproduksi lagu-lagu punk.
Pelan-pelan tapi pasti, budaya punk mulai diakui dan dipahami oleh golongan remaja di bandung karena gaya hidup punk merupakan gaya hidup tandingan hedonisme. Ketertarikan remaja bandung pada budaya punk ini akhirnya memunculkan apa yang dinamakan eksploitasi punk. Walaupun sejarah asal muasal berdirinya punk adalah munculnya ketidakpuasan terhadap budaya modern yang egois. Mau tidak mau punk juga harus mengikuti mereka, akhirnya muncul juga Indie-indie recorder yang khusus memproduksi lagu-lagu punk.
Selain
lewat lagu, eksploitasi punk pun berlanjut kepada fesyen. Saya contohkan,
komunitas punk di jalan Dewi Sartika, yang merupakan kelompok punk terbesar di
Jawa Barat bersatu padu untuk membuat Distro. Dan mengubah Plasa Parahyangan
yang dahulunya akan bangkrut menjadi pusat distro underground di bandung. Yang
menawarkan harga relatif murah dibandingkan dengan factory outlet di jalan
Riau. Pelan tapi pasti, masyarakat bandung asli, bukan pendatang mulai
mengkikuti tren punk bawah tanah ini. Tentu saja, walaupun sudah menyimpang dari
maksud asli punk dahulu, tapi budaya punk tetaplah merupakan tandingan budaya
hedonisme yang marak di kota-kota wisata seperti bandung walaupun ada juga
beberapa penyimpangan budaya punk yang merusak, seperti anarkisme yang diadopsi
oleh geng motor bandung yang banyak menimbulkan kerugian baik itu nyawa
seseorang dan harta benda. Kaum punk memaknai anarkisme tidak hanya sebatas
pengertian politik semata. Dalam keseharian hidup, anarkisme berarti tanpa
aturan pengekang, baik dari masyarakat maupun perusahaan rekaman, karena mereka
bisa menciptakan sendiri aturan hidup dan perusahaan rekaman sesuai keinginan
mereka. Etika semacam inilah yang lazim disebut DIY (do it yourself/lakukan
sendiri)
Pada aspek pariwisata budaya tandingan ini tetntu saja menimbulkan keuntungan positif, contohnya adalah pergelaran konser musik, workshop tentang berbagai kegiatan, seminar, dan masih banyak yang lainnya. Yang dapat menambah keuntungan ekonomi bagi Kota Bandung.
Pada intinya di Bandung, budaya tandingan atau counter culture itu sendiri bukan hanya punk tetapi banyak komunitas dan kegiatan lain yang merupakan budaya tandingan terhadap budaya asli.
Pada aspek pariwisata budaya tandingan ini tetntu saja menimbulkan keuntungan positif, contohnya adalah pergelaran konser musik, workshop tentang berbagai kegiatan, seminar, dan masih banyak yang lainnya. Yang dapat menambah keuntungan ekonomi bagi Kota Bandung.
Pada intinya di Bandung, budaya tandingan atau counter culture itu sendiri bukan hanya punk tetapi banyak komunitas dan kegiatan lain yang merupakan budaya tandingan terhadap budaya asli.
Meet
the point,
Kebudayaan
Indonesia dalam konsep Multikulturalisme sangat rentan sekali terhadap
akulturasi budaya dan dapat mungkin pada beberapa suku di Indonesia dapat
dikatakan sebagai asimilasi. Namun dalam konteks pariwisata, Hal ini dapat
dikaitkan kepada konsep Counter Culture. Yang pada dasarnya menimbulkan
pandangan negatif terhadap kebudayaan di Indonesia. konsep ini tidak dapat
hanya dikaitkan terhadap pariwisata namun dapat pula kita lihat ada aspek
social, teknologi, agama, kondisi politik, globalisasi, dll.
Situasi seperti ini dapat menimbulkan dua kemungkinan yaitu, sisi negatif dan sisi positif:
Situasi seperti ini dapat menimbulkan dua kemungkinan yaitu, sisi negatif dan sisi positif:
Ø
Negatif:
1. Terjadinya penurunan nilai
budaya asli setempat ataupun percampuran nilai budaya luar terhadap budaya
asli.
2. Hilangnya budaya asli atau adat
istiadat setempat dan dapat menghasilkan budaya baru.
3. Terjadinya perbandingan atau
“perlawanan” (counter attack) terhadap budaya baru yang dapat menimbulkan
pertentangan/perselisihan
Ø
Positif
:
1. Terciptanya masyarakat yang
modern akibat terbukanya wawasan akan dunia luar.
2. Karena terjadinya interaksi
antara budaya asli dengan budaya luar sehingga terjadi keharmonisan yang dapat
menjadikan informasi positif terhadap kedua budaya tersebut
(multikulturalisme).
3. Menjadikan masyarakat yang dapat
beradaptasi dan siap menghadapi keadaan global.
Dapat
disimpulkan bahwa percampuran dalam budaya tidak dapat dimaknai sebagai hal
negatif atau positif, karena hal tersebut terlalu dinamis untuk disimpulkan
dalam kebudayaan, yang menyangkut berbagai masyarakat yang mempunyai berbagai
kebiasaan atau adata istiadat yang berbeda. Dan selanjutnya tergantung
bagaimana kita sebagai inidividu dapat memaknainya.
No comments:
Post a Comment